Setelah kaum musyrikin Qureisy melanggar perjanjian damai dengan Rasul Allah saaw, dan setelah utusan mereka yaitu Abu Sufyan, gagal meminta maaf dari Rasul Allah saaw, dan kembali ke Makkah dengan tangan hampa, Rasul Allah saaw menyusun rencana rahasia untuk menaklukkan kota Makkah. Akan tetapi beliau tidak menginginkan adanya pertumpahan darah dalam hal ini. Untuk itulah beliau menyusun strategi dengan sangat rapi, dengan memperhitungkan tujuan beliau itu.
Rasul Allah saaw pun memulai gerakan besarnya ini tanpa seorang pun yang mengetahui dengan pasti tujuan beliau, selain sejumlah kecil orang kepercayaan beliau. Saat itu tanggal 10 Ramadlan. Beliau dan muslimin dalam keadaan berpuasa. Di tengah jalan beliau berbuka dengan meneguk air, dan meminta seluruh anggota pasukan untuk melakukan hal yang sama, dengan tujuan agar mereka memiliki kekuatan dan tidak lemah ketika berhadapan dengan musuh.
Setelah Rasul bergerak dari Madinah menuju Makkah, paman beliau, Abbas bin Abdulmuttalib, juga bergerak dari Makkah menuju Madinah untuk bergabung bersama Rasul Allah saaw. Sebagaimana diketahui, setelah Rasul Allah saaw dan muslimin berhijrah dari Makkah ke Madinah, Abbas bin Abdulmuttalib tetap berada di Makkah, tidak ikut berhijrah ke Madinah. Hal itu adalah atas permintaan Nabi saaw, dengan tujuan agar Abbas memata-matai semua kegiatan kaum musyrikin Quraisy dan menghinformasikannya kepada Rasul Allah saaw di Madinah.
Untuk itulah Abbas paman Rasul ini, menyembunyikan keislamannya dan menjalin hubungan yang baik dengan tokoh-tokoh Qureisy seperti Abu Sufyan dan lain-lain. Ketika Abbas menyongsong ke datangan Rasul Allah dan muslimin di tengah jalan antara Makkah dan Madinah, Abbas membawa serta Abu Sufyan dan seorang lagi tokoh Qureisy bernama Abdullah bin Abi Umayyah bin Al-Mughirah. Dua orang ini adalah yang paling getol memusuhi Rasul Allah saaw dan yang sangat aktif dalam usaha menggagalkan dakwah beliau. Setelah Abbas dan dua orang ini bergabung bersama Rasul Allah saaw, kedua orang tersebut ingin bertemu dengan Nabi, akan tetapi mereka tidak mendapat ijin untuk itu.
Ketika pasukan Islam sudah sampai di pinggiran kota Makkah, Rasul Allah saaw memerintahkan untuk menyalakan api di atas gunung dan bukit-bukit sekitar Makkah dari arah Madinah, dengan tujuan menciptakan rasa takut dipada penduduk Makkah. Beliau juga meminta agar setiap orang dari tentaranya membawa obor di tangan sehingga akan tampak sebuah garis memanjang dari api. Semua itu adalah untuk menunjukkan kepada penduduk Makkah bahwa yang datang kali ini adalah pasukan muslimin dalam jumlah yang besar. Rasul Allah saaw juga mengutus Abbas, paman beliau, untuk memberitakan kepada warga Makkah agar menyerah terhadap pasukan muslimin dan tidak mengadakan perlawanan.
Ringkas cerita, penduduk Makkah benar-benar merasa ketakutan melihat atau mendengar besarnya kekuatan pasukan muslimin, sehingga tak ada lagi semangat perlawanan dari mereka. Inilah memang yang dikehendaki oleh Rasul Allah saaw, yaitu penaklukan kota Makkah tanpa pertumpahan darah. Ketika masih berada di pinggiran Makkah dan sebelum memasuki kota ini, Rasul Allah saaw menerima Abu Sufyan di kemah beliau.
Diantara pembicaraan antara Rasul Allah saaw dan Abu Sufyan ialah bahwa Rasul Allah saaw berkata kepadanya, “Belum tibakah saatnya bagimu untuk meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah?” Abu Sufyan berkata, “Sesungguhnyalah wahai Muhammad, betapa lembutnya hatimu, betapa mulianya dirimu dan betapa besarnya perhatianmu terhadap pertalian keluarga. Demi Allah, aku telah menyangka bahwa jika ada tuhan lain selain-Nya, maka aku tidak akan memerlukannya.” Kemudian Rasul Allah saaw berkata, “Belum tibakah saatnya bagimu untuk meyakini bahwa aku adalah utusan Allah?” Abu Sufyan menjawab, “Demi Allah tentang yang satu ini di hati masih ada ganjalan.”
Mendengar jawaban Abu Sufyan seperti itu, Abbas bin Abdulmuttalib yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut, marah dan membentak Abu Sufyan, “Menyerahlah dan bersaksilah bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, sebelum lehermu dipenggal.” Maka Abu Sufyan pun mengucapkan dua kalimat syahadah tersebut, dan Rasul Allah saaw pun menerima keislamannya yang seperti itu. Akan tetapi Rasul Allah saaw tetap meminta kepada Abbas agar tetap menjaga dan mengawasi Abu Sufyan karena orang ini masih belum bisa dipercaya.
Kemudian atas permintaan Rasul pula, Abbas membawa Abu Sufyan ke suatu tempat agak tinggi, di atas jalan yang akan dilalui oleh rombongan pasukan muslimin, agar menyaksikan kehebatan kekuatan muslimin ketika memasuki kota Makkah. Ketika Abu Sufyan menyaksikan masuk pasukan muslimin rombongan demi rombongan, sementara Abbas memberikan penjelasan kepadanya tentang ciri-ciri dan kehebatan pasukan muslimin, Abu Sufyan berkata, “Benar-benar hebat mereka itu. Demi Allah, kerajaan keponakanmu telah sedemikian besar dan kuat.” Abbas menjawab, ”Celaka kau Hei Abu Sufyan, ini bukan kerajaan, akan tetapi kenabian.”
Demikianlah Rasul Allah saaw dan pasukannya memasuki kota Makkah dengan penuh kewibawaan, tanpa pertumpahan darah, berkat strategi yang beliau rancang dengan sebaik-baiknya. Kemudian Rasul Allah saaw membebaskan Abu Sufyan untuk menemui tokoh-tokoh Makkah dan memastikan lagi kepada mereka untuk menyerah sepenuhnya dan tidak mengadakan perlawanan menghadapi pasukan muslimin. Akan tetapi, meskipun Rasul Allah saaw memerintahkan tentaranya untuk tidak memulai menyerang, kecuali jika diserang, beliau menjatuhkan hukuman mati untuk sepuluh orang dari penduduk Makkah, dan memerintahkan kepada pasukannya agar membunuh mereka, meskipun mereka berlindung di balik kain Ka’bah. Nama-nama sepuluh orang yang dijatuhi hukuman mati oleh Rasul Allah saaw ini ialah:
1- Ikrimah bin Abi Jahal 2- Hubar bin Aswad
3- Abdullah bin Abi Sarh 4- Qeis bin Hubabah Al-Kindi
5- Al-Huwairits bin Nuqainad 6- Shofwan bin Umayyah
7- Wahsyi bin Harb, pembunuh Sayidina Hamzah 8- Abdullah bin Zab’ari
9- Harits bin Thalalah 10- Abdullah bin Khathl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar